Salam

Selamat datang di blog "Kesejukan Hati". Semoga hati Anda bertambah sejuk setelah membaca.

Minggu, 15 Februari 2009

GEJOLAK SERTIFIKASI

Program sertifikasi guru sudah memasuki tahun keempat. Ratusan ribu guru di Indonesia telah dinyatakan lolos sertifikasi dan memeroleh sertifikat profesi guru. Untuk mendapat tunjangan profesi sebesar satu kali gaji, guru diwajibkan mengajar 24 jam dalam seminggu. Jika jumlah jam mengajar di suatu sekolah tidak memungkinkan, disediakan tiga langkah antisipasi. Mengajar di sekolah lain, melakukan team teaching, dan melakukan remedial (Pedoman Pengaturan Beban Mengajar, Depdiknas, 2008).

Pelaksanaan kebijakan di atas ternyata dilematis. Tidaklah mudah seorang guru mencari sekolah lain untuk memenuhi jumlah jam mengajar. Sebab, sekolah sama-sama membutuhkan jam mengajar yang cukup bagi guru-gurunya. Untuk menembus sekolah swasta juga sulit dilakukan. Jika sekolah swasta menerima guru baru, jam mengajar guru setempat akan berkurang. Berkurangnya jam mengajar berarti menurunnya penghasilan karena pendapatan guru di sekolah swasta pada umumnya dihitung dari jumlah jam mengajarnya.

Alternatif kedua adalah melakukan team teaching. Di sini muncul persoalan tentang kesiapan guru dalam melaksanakannya. Sebelum pelaksanaan team teaching, guru perlu mendapat pelatihan agar bisa melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Sebab team teaching bukanlah sekadar bersama-sama berada dalam satu kelas untuk mengajar. Ada teknik tertentu yang harus diperhatikan di dalam pelaksanaannya. Jika dilakukan tanpa pemahaman yang cukup, team teaching hanya menjadi syarat formal mendapatkan tunjangan, tanpa memperoleh hasil maksimal dalam pembelajaran. Pemborosan waktu, tenaga dan biaya yang berlipat terjadi di sini. Inilah yang menjadi bahan pertimbangan kepala sekolah untuk tidak serta merta menerapkan team teaching.

Persoalan yang sama terjadi jika guru diberi tugas melakukan remedial. Remedial adalah program mengajar yang dilakukan untuk memperbaiki nilai siswa yang belum tuntas belajar. Artinya program ini bisa berjalan jika telah dilakukan penilaian belajar. Remedial juga hanya bisa dilakukan jika ada siswa yang mendapat nilai belum tuntas.

Masalah beban mengajar 24 jam dan alternatif yang tidak mudah dilakukan di atas tentu menyusahkan guru dan sekolah. Guru bersertifikat terpaksa “meminta” jam mengajar guru lain yang belum bersertifikat. Hal ini menjadi masalah besar bagi guru yang memperoleh sertifikat mengajar pada giliran akhir. Mereka tidak kebagian jam mengajar lagi. Dan mereka adalah guru-guru muda yang terpaksa menunggu giliran ditunjuk. Kepala sekolah juga menghadapi masalah dilematis di dalam melakukan pembagian tugas mengajar guru.

Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah persoalan yang timbul jika semua guru telah bersertifikat profesi, sementara pemenuhan jam mengajar tidak bisa dilakukan. Dipastikan akan terjadi iklim kerja yang tidak kondusif yang justru akan berujung pada menurunnya kualitas belajar mengajar. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan alternatif lain agar tidak terjadi gejolak yang justru merugikan pendidikan.

MEMAKNAI VALENTINE DAY

Ada momen di bulan Februari yang sangat dinantikan oleh para remaja, yakni tanggal 14. Mereka menyebutnya hari kasih sayang (valentine day). Valentine day ini sudah mengglobal. Di mana-mana momen ini dimanfaatkan remaja untuk mengekspresikan kasih sayang kepada sang kekasih. Ada yang memberikan bunga, coklat, atau sekadar bicara I love you via SMS.

Sayangnya banyak remaja yang terlalu sempit memahami valentine day. Mereka mengartikan valentine day sebagai hari berkasih-kasihan, bercumbu rayu, atau saatnya membuktikan cinta dengan asyik masyuk, bahkan berhubungan seks.

Pengertian menyesatkan ini tentu harus diluruskan. Kewajiban siapa untuk mengingatkan? Selain orang tua di rumah, guru harus menyampaikan informasi yang benar tentang hal tersebut. Guru dapat menggunakan momen valentine day untuk berdikusi dengan siswa tentang hakikat kasih sayang, kemudian menerapkannya dengan cara-cara yang benar.

Valentine day tidak boleh dibatasi pada kasih sayang dua sejoli yang sedang dimabuk asmara. Valentine day hendaknya disikapi secara makro dengan titik berat pada hakikat kasih sayang. Fitrahnya, manusia dicipta untuk menyayangi sesama. Saling menolong, saling memerhatikan, saling melindungi, dan saling berbagi. Bahkan, cinta kasih sayang secara makro bisa diberikan kepada hewan dan tumbuhan di sekitar manusia.

Kunjungan ke panti asuhan, rumah jompo, atau ke rumah-rumah penyandang cacat bisa menjadi alat untuk menumbuhkan cinta sesama. Perasaan ini lebih mudah tumbuh karena siswa menyaksikan secara langsung orang-orang yang memiliki keterbatasan-keterbatasan. Sebagai tindak lanjut, guru dapat membuat program bakti sosial. Mengumpulkan sumbangan untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Bentuk lain kasih sayang sebagai makna valentine day adalah seorang guru terhadap siswa-siswanya. Benarkah guru telah bersikap sayang terhadap siswa? Dalam menghadapi siswa yang tidak mengumpulkan tugas atau melakukan pelanggaran, misalnya, kadang seorang guru lebih mendahulukan amarahnya daripada tindakan bijaksana sebagai perwujudan kasih sayang. Kadang-kadang guru merasa sudah melakukan kewajibannya sebagai pendidik jika sudah memarahi anak.

Pada kenyataannya, sering diberitakan bahwa kebanyakan siswa mengalami tekanan-tekanan yang jauh dari perasaan cinta kasih seorang guru.

Apabila telah dipahami secara makro, valentine day bukan hanya milik remaja. Ia bisa menjadi milik siapa saja, dari anak-anak sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Setiap orang, di hari valentine bisa merenungkan sikapnya terhadap sesama. Seorang ayah merenungkan sikapnya tentang cinta kasihnya kepada istri dan anak-anaknya. Seorang guru merenungkan, sudahkah mengajar anak didiknya dengan penuh cinta dan kasih sayang.