Salam

Selamat datang di blog "Kesejukan Hati". Semoga hati Anda bertambah sejuk setelah membaca.

Rabu, 10 Juni 2009

LAPORAN PTK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu media komunikasi umat manusia adalah tulisan. Hal ini dikatakan oleh Tarigan (2008: 19) bahwa proses komunikasi berlangsung melalui tiga media, yaitu visual (nonverbal), oral (lisan), dan written (tulis). Sebagai salah satu media komunikasi, tulisan menjadi hal penting dalam kehidupan manusia. Bahkan, kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kemajuan komunikasi tulis bangsa tersebut yang ditengarai oleh kualitas dan kuantitas hasil percetakan yang ada di sana (Tarigan, 2008: 20). Hasil-hasil percetakan itu antara lain berupa koran, majalah, dan buku-buku.
Untuk menghasilkan tulisan berkualitas, diperlukan kemampuan menulis yang memadai. Salah satu lembaga yang bertanggung jawab membekali peserta didik dengan keterampilan menulis adalah sekolah. Untuk mewujudkan tangung jawab tersebut, kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia SMP/M.Ts. mencantumkan standar kompetensi dan kompetensi-kompetensi dasar menulis. Minimal dalam satu semester terdapat dua standar kompetensi dasar yang meliputi kompetensi dasar menulis kebahasaan dan kompetensi dasar menulis sastra. Harapannya, setelah menyelesaikan pendidikan, peserta didik telah memiliki kompetensi menulis sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Muatan kurikulum tersebut harus diimbangi dengan pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang bermanfaat bagi siswa untuk bekal hidupnya. Di dalam pembelajaran bermakna, siswa benar-benar belajar berkomunikasi dengan bahasa. Siswa secara langsung belajar menulis, bukan dijejali teori-teori menulis yang abstrak, monoton, dan menjemukan. Guru perlu melibatkan siswa untuk menulis secara langsung dengan berbagai variasi yang menarik.
Pelaksanaan pembelajaran bermakna di ruang-ruang kelas ternyata belum sesuai dengan harapan. Hal ini seperti yang dikatakan Tarigan (2008: 186) bahwa pengajaran mengarang belum terlaksana dengan baik di sekolah. Kelemahannya terletak pada cara guru mengajar, umumnya kurang dalam variasi, tidak merangsang, dan kurang pula dalam frekuensi. Pembahasan karangan siswa kurang dilaksanakan oleh guru. Murid sendiri menganggap mengarang tidak penting atau belum mengetahui peranan mengarang bagi kelanjutan studi mereka. Dalam kenyataan, keterampilan menulis masih dianggap sulit. Kesulitan menulis bagi siswa disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah kurangnya latihan, kurangnya minat siswa, dan kurangnya variasi dalam menyajikannya. Kesulitan dalam menulis merupakan salah satu indikator bahwa keterampilan menulis/mengarang di kalangan pelajar belum memadai.
Hal yang sama terjadi di SMP Negeri 5 Depok. Dari penjelasan kolaborator tentang kesulitan belajar siswa kelas VII SMP Negeri 5 Depok, diperoleh informasi bahwa aspek yang paling sulit dilakukan siswa adalah dalam pembelajaran menulis, baik menulis teks nonsastra maupun teks sastra. Hal ini terbukti dengan hasil evaluasi kolaborator yang menunjukkan hanya 60% siswa kelas VII yang mendapatkan nilai tuntas untuk pelajaran menulis. Kesulitan menulis ini juga dirasakan beberapa siswa kelas VII A yang mengaku sulit jika diberi tugas menulis.
Dengan pembelajaran menulis yang kurang bervariasi ditambah kondisi siswa yang masih mengalami kesulitan dalam pembelajaran menulis, dipandang perlu adanya model yang menarik dalam pembelajaran menulis sehingga kesulitan menulis dapat diatasi.
Banyak model bisa dipilih guru untuk pembelajaran menulis secara variatif. Salah satu variasi yang rekreatif adalah dengan permainan bahasa. Soeparno (1987:60) mengatakan bahwa permainan merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara menggembirakan. Berdasarkan diskusi dengan kolaborator, peneliti mengadakan penelitian dengan judul “Scramble Paragraf Untuk Meningkatkan Kemampuan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi pada Siswa Kelas VII A SMP Negeri 5 Depok Tahun Pelajaran 2008/2009”. Scrambel paragraf digunakan dalam penelitian ini karena dapat melibatkan siswa secara aktif menulis, sekaligus asik dalam permainan bahasa yang menyenangkan. Di samping itu, dengan scrambel paragraf siswa menemukan sendiri model penulisan narasi yang berasal dari teks hasil wawancara.
B. Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang masalah di atas, didukung oleh hasil observasi dan wawancara, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Apakah scramble paragraf dapat meningkatkan kemampuan siswa mengubah teks wawancara menjadi narasi pada siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Depok, Kabupaten Sleman tahun pelajaran 2008/2009?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan menulis siswa SMP Negeri 5 Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Memberikan sumbangan teori tentang upaya peningkatan kemampuan menulis teks narasi berdasarkan teks wawancara dengan menggunakan media scramble. Diharapkan, pemikiran ini dapat dimanfaatkan sebagai model pembelajaran menulis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Permainan scrambel paragraf merangsang siswa untuk belajar dengan suasana gembira sehingga dapat membangkitkan motivasi belajar. Dengan demikian, prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan.
b. Bagi guru
Penggunaan model scramble paragraf memperkaya keterampilan guru dalam melakukan pembelajaran yang variatif. Guru dapat menciptakan model pembelajaran yang aktif dan sekaligus rekreatif, sehingga dapat meningkatkan gairah mengajar dan hasil belajar siswa.
c. Bagi sekolah
Pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan merupakan ruh kurikulum 2006. Pelaksanaan pembelajaran seperti ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Meningkatnya prestasi belajar siswa adalah salah satu indikasi berkualitasnya sekolah.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Menulis dan Tujuan Menulis
Menulis merupakan sebuah aktivitas penyampaian ide dalam bentuk tulisan. Penyampaian gagasan secara tertulis jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan berbicara. Dalam menulis tidak terdapat unsur situasi, intonasi, atau isyarat seperti anggukan, gelengan, dan lambaian tangan untuk memperjelas maksud. Setiap kata, kalimat, dan tanda-tanda baca harus benar-benar digunakan secara cermat agar dapat menyampaikan gagasan dengan setepat-tepatnya. Akhaidah, dkk. (1998: 8-9) menjelaskan bahwa menulis
(1) Merupakan suatu bentuk komunikasi
(2) Merupakan suatu proses pemikiran yang dimulai dengan pemikiran tentang gagasan yang akan disampaikan.
(3) Bentuk komunikasi yang berbeda dengan bercakap-cakap; dalam tulisan tidak terdapat intonasi, ekspresi wajah, gerakan fisik, serta situasi yang menyertai percakapan
(4) Merupakan suatu ragam komunikasi yang perlu dilengkap “alat-alat” penjelas serta aturan ejaan dan tanda baca
(5) Merupakan bentuk komunikasi untuk menyampaikan gagasan peneliti kepada khalayak pembaca yan dibatasi oleh jarak dan waktu.

Keterampilan menulis harus dikuasai karena apa pun bentuk tulisannya, dibuat dengan tujuan untuk dibaca dan dipahami orang lain. Hal ini menunjukkan korelasi yang erat dengan kegiatan membaca. Dalam hal membaca, Nurgiantoro (1987: 225) menyebut sebagai suatu aktivitas mental untuk memahami apa yang dituturkan orang lain melalui media tulisan. Jadi, agar bisa dipahami orang lain, penyampaian gagasan secara tertulis harus benar-benar efektif.
Kegiatan menulis memiliki berbagai tujuan. Tulisan sastra dibuat dengan tujuan untuk memberikan kesan keindahan, sedangkan teks nonsastra bertujuan untuk menyampaikan informasi, atau untuk tujuan-tujuan persuasif. Supriyadi, dkk (1997: 265) menegaskan bahwa menulis memiliki tujuan artistik (nilai keindahan), tujuan informatif, yaitu memberikan informasi kepada pembaca, dan tujuan persuasif, yakni mendorong atau menarik perhatian pembaca agar mau menerima informasi yang disampaikan oleh peneliti. Mengubah teks wawancara menjadi bentuk narasi dalam penelitian ini memiliki tujuan informatif dan persuasif.

2. Bentuk Teks Wawancara
Wawancara merupakan tanya jawab dengan seseorang (pejabat, dsb.) yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, untuk dimuat di surat kabar (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1009). Wawancara juga diartikan tanya jawab antara peneliti dengan manusia sumber, atau dalam konteks dunia usaha, wawancara bisa berlangsung antara pemilik usaha dengan pelamar pekerjaan.
Apabila ditranskripsikan, hasil wawancara akan berupa kalimat-kalimat tanya yang diajukan oleh pewawancara dan kalimat-kalimat langsung yang disampaikan oleh narasumber. Untuk mempermudah pembaca, teks wawancara ditulis dengan teknik menulis teks drama, yaitu didahului pelaku, diikuti titik dua, dan dilanjutkan kalimat langsung.
Berikut ini contoh teks wawancara:
Pewawawancara : “Bagaimana penanggulangan bahaya banjir di wilayah Bapak?”
Walikota : “Kami sudah mengadakan koordinasi dengan instansi terkait untuk megadakan penyuluhan akan pentingnya menjaga sungai bebas dari sampah dan juga memperbaiki tanggul-tanggul sungai yang rusak.”

3. Teks Narasi
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa narasi adalah (1) penceritaan suatu cerita atau kejadian, (2) cerita atau deskripsi suatu kejadian atau peristiwa; kisahan, (3) tema suatu karya seni (1988: 609). Keraf (2007: 136) membatasi narasi sebagai suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Berbeda dari deskripsi, narasi menggambarkan suatu cerita yang berada dalam satu satuan waktu. Jadi, teks narasi adalah teks yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi dalam suatu waktu. Jika dikaitkan dengan teks wawancara, narasi akan mengisahkan peristiwa yang menjadi topik pembicaraan pewawancara dengan narasumber.
Berdasarkan tujuannya, Keraf, (2007: 136) membagi narasi menjadi dua, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris adalah narasi yang bertujuan memberikan informasi kepada pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Narasi sugestif adalah narasi yang bertujuan menyampaikan makna kepada pembaca dengan menggunakan daya khayal yang dimilikinya. Contoh narasi sugestif terdapat pada cerita pendek, novel, dan sebagainya. Karena teks wawancara bukanlah khayalan, narasi yang dimaksud dalam PTK ini adalah narasi ekspositoris yang bertujuan memperluas pengetahuan pembaca. Teks narasi hasil adaptasi dari teks wawancara ditulis dengan kalimat tidak langsung. Hal ini disebabkan oleh penutur/peneliti teks narasi adalah orang ketiga (bukan pewawancara, bukan narasumber). Meskipun demikan, di dalam bentuk teks narasi kerap disisipkan kalimat-kalimat langsung sehingga tidak membosankan.
Contoh:
Bahaya banjir di Jakarta telah diantisipasi oleh pemerintah setempat dengan megadakan penyuluhan akan pentingnya menjaga sungai bebas dari sampah dan juga memperbaiki tanggul-tanggul sungai yang rusak. “Kami sudah melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk melaksanakan hal itu,” jelas Walikota.

4. Kalimat Langsung dan Tidak Langsung
Kalimat tuturan seseorang jika ditulis akan berupa kalimat langsung. Misalnya seorang wartawan dan narasumber yang melakukan dialog atau wawancara. Baik kalimat tanya maupun jawaban merupakan kalimat-kalimat langsung, yakni kalimat yang langsung diucapkan pembicara. Apabila suatu kalimat bukan transkripsi langsung dari pembicara, jadilah kalimat tidak langsung. Disebut tidak langsung karena isi kalimat tersebut disampaikan pihak ketiga. Sebuah teks wawancara menggunakan kalimat-kalimat langsung, sedangkan teks narasi ditulis dengan teknik kalimat tidak langsung. Kalimat langsung dalam teks narasi hanya sesekali digunakan sebagai sisipan.

5. Media Pembelajaran
Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Syiful Bahhri Djamarah dan Aswan Zain, 2002: 136). Dalam proses belajar-mengajar, media mempunyai arti yang cukup penting karena media dapat menjembatani ketidakjelasan bahan pelajaran yang bersifat abstrak. Di samping itu, media dapat mewakili sesuatu yang sulit diungkapkan guru dengan kata-kata. Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan pembelajaran daripada tanpa menggunakan media.
Hal yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan media adalah tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi dasar tertentu dalam kurikulum harus dijadikan dasar penggunaan media pembelajaran.
Media pembelajaran memiliki beberapa fungsi. Nana Sudjana (dalam Syiful Bahhri Djamarah dan Aswan Zain, 2006: 155) menyatakan lima fungsi media pembelajaran, yaitu 1) meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berpikir, sehingga dapat mengurangi verbalisme, 2) meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap, 3) memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa, 4) memberikan pengalaman yang tidak mudah dengan cara lain, 5) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga siswa akan lebih paham dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran dengan baik.
Harjanto (2005: 237) mengelompokkan media pembelajaran menjadi empat jenis, yaitu: 1) media grafis atau media dua dimensi, seperti gambar, foto, grafik, bagan, poster, kartun, komik, dll., 2) media tiga dimensi, yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, dll., 3) media proyeksi seperti slide, filmstrip, film, OHP, dll., dan 4) lingkungan.
Media scramble yang dipilih peneliti dalam penelitian ini tergolong media grafis yang akan dapt mengurangi verbalisme dalam pembelajaran.

6. Scramble Paragraf
Scramble termasuk media grafis yang tergolong jenis permainan. Yang dimaksud permainan adalah suatu aktivitas untuk memeroleh suatu keterampilan tertentu dengan cara menggembirakan (Soeparno 1987: 60). Menulis termasuk salah satu keterampilan yang dapat diraih dengan permainan, yakni permainan bahasa. Salah satu permainan bahasa untuk kegiatan menulis adalah scramble.
Scramble adalah permainan berupa aktivitas menyusun kembali suatu struktur bahasa yang sebelumnya telah dikacaubalaukan (Soeparno, 1987: 76). Aktivitas ini dapat dilakukan dalam tataran kata, kalimat, paragraf, dan wacana. Oleh karena itu, terdapat beberapa bentuk scramble yakni scramble kata, scramble kalimat, scramble paragraf, dan scramble wacana.
Scramble paragraf adalah permainan berupa aktivitas menyusun kembali suatu paragraf yang kalimat-kalimatnya telah dikacaubalaukan terlebih dahulu. Tujuan permainan ini adalah untuk melatih menyusun paragraf dalam rangka latihan keterampilan ekspresi tulis/mengarang (Soeparno, 1987: 78).
Penelitian tindakan ini akan memanfaatkan scramble paragraf dengan media kartu-kartu kalimat dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyusunnya menjadi paragraf narasi yang sesuai dengan isi teks wawancara. Kegiatan semacam ini tidak mengakibatkan kejenuhan karena berprinsip belajar sambil bermain.
Dalam kegiatan menggunakan scramble paragraf, siswa melakukan kegiatan berikut.
a. Siswa membaca teks wawancara secara intensif untuk memahami isi teks wawancara.
b. Siswa mengubah teks wawancara ke dalam bentuk narasi untuk menemukan kesulitan-kesulitan mengubah teks wawancara menjadi narasi. Kesulitan-kesulitan dibahas untuk dicarikan jelan keluarnya.
c. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (beranggotakan 3 - 4 orang). Setiap kelompok mendapatkan kartu-kartu kalimat. Kelompok-kelompok bertugas menyusun kartu-kartu tersebut sehingga terbentuk paragraf naratif sesuai dengan isi teks wawancara.
d. Siswa menuliskan narasi berdasarkan susunan yang dihasilkan.
e. Siswa mendiskusikan bentuk-bentuk kalimat langsung dan kalimat tidak langsung di dalam teks narasi yang disusun.
f. Siswa menuliskan kembali teks narasi dengan bahasa sendiri dengan memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tidak langsung.
B. Kerangka Pikir
Kemampuan menulis perlu dikembangkan sejak dini kepada siswa. Sebab menulis dapat membantu siswa berpikir kritis. Menulis juga dapat memudahkan pelajar berpikir.
Menulis merupakan salah satu jenis keterampilan yang dapat diperoleh melalui latihan intensif. Selain itu, keberhasilan siswa juga dipengaruhi oleh model pembelajaran yang dilakukan guru. Guru perlu melakukan pembelajaran yang menantang dan variatif. Permainan dipandang sebagai salah satu sarana belajar variatif yang tidak hanya membuat siswa senang, tetapi juga menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan menggunakan scramble paragraf. Permainan scramble paragraf sanggup memberikan rangsangan kepada siswa untuk berlatih menulis secara aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dikatakan demikian karena siswa menyelesaikan pekerjaan secara berkelompok dengan cara menyusun kartu-kartu kalimat menjadi paragraf padu. Siswa juga tertantang untuk melakukannya sebaik mungkin agar tidak tertinggal dari kelompok lain. Atas dasar pemikiran itu, penggunaan scamble paragraf dalam pembelajaran dipandang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi. Secara singkat, kerangka pikir terlihat dalam tabel berikut.




Tabel 1.1
KERANGKA PIKIR PENELITIAN
KONDISI AWAL TINDAKAN KONDISI AKHIR
GURU: Belum menggunakan Model Pembelajaran dengan scramble paragraf Menggunakan Model Pembelajaran dengan scramble paragraf

Kemampuan menulis narasi berdasarkan teks wawancara meningkat
SISWA:
Kemampuan menulis siswa rendah. Mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan scramble paragraf


C. Hipotesis Tindakan
“Pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan scramble paragraf dapat meningkatkan kemampuan menulis pada siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Depok, Kabupaten Sleman Tahun Pelajaran 2008/2009.”
Hipotesis di atas disusun berdasarkan kajian teori yang diperkuat oleh diskusi dan reflekesi dengan teman sekelompok dan guru kolaborator (guru bahasa Indonesia SMP Negeri 5 Depok).



BAB III
METODE PENELITIAN

Menurut Zainal Aqib, penelitan tindakan terdiri dari empat jenis, yaitu penelitian tindakan partisipatori, penelitian tindakan kritis, penelitian tindakan kelas, dan penelitian tindakan institusi (2007: 18-19). Penelitian tidakan partispatori menekankan keterlibatan anggota agar merasa ikut serta memiliki program kegiatan tersebut serta berniat ikut aktif memecahkan masalah berbasis umum. Penelitian tindakan kritis menekankan adanya niat yang tinggi untuk memecahkan suatu masalah dan menyempurnakan situasi. Penelitian tindakan kelas dilakukan oleh guru di kelas tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktik pembelajaran. Penelitian tindakan institusi berupaya meningkatkan kinerja, proses, dan produktivitas lembaga.
Penelitian dalam kegiatan ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang berupaya meningkatkan proses dan praktik pembelajaran di SMP Negeri 5 Depok, Kabupaten Sleman. Untuk itu, pada bagian ini diuraikan setting penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan kriteria keberhasilan. Secara terperinci, keenam hal di atas akan disajikan berikut ini.

A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 5 Depok, Kabupaten Sleman. Dipilihnya sekolah ini berkaitan dengan kegiatan PKM yang termasuk dalam salah satu mata kuliah program sertifikasi guru jalur pendidikan UNY tahun 2008.
SMP Negeri 5 Depok adalah salah satu sekolah berstandar nasional (SSN) yang terdiri dari dua bangunan utama. Kedua bangunan berlantai tiga dengan posisi berformasi membentuk huruf L. Bangunan tersebut digunakan sebagai ruang kelas sebanyak 9 ruang. Selebihnya digunakan sebagai ruang kepala sekolah, ruang guru, perpustakaan, laboratorium IPA, ruang keterampilan, ruang kesenian, ruang BP, ruang OSIS, ruang komputer, kantin, dan ruang tata usaha (TU). Sekolah ini juga dilengkapi sebuah musala yang cukup luas di lantai III.

2. Waktu Penelitian
Kegiatan PKM terjadwal dari bulan Februari 2009. Oleh sebab itu, penelitian dilaksanakan selama empat bulan pada semester ke-2 tahun 2008/2009 dari bulan Februari s.d. Mei 2009.

3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A sejumlah 38 siswa, terdiri atas 19 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan. Kelas VII A dipilih karena dari tiga kelas, yaitu VII A, B, dan C, prestasi siswa kelas VII A dalam pembelajaran menulis paling rendah.

B. Prosedur Penelitian
Rencana kegiatan penelitian tindakan kelas ini dijalankan dalam dua siklus. Adapun prosedurnya mengadopsi model Kemmis dan Mc Taggart (dalam Zainal Aqib, 2007: 22), yang meliputi perencanaan (planning), aksi/tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting).

1. Perencanaan (Planning)
Pada tahap ini peneliti menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyusun rencana dan skenario pembelajaran menulis teks narasi atas dasar teks wawancara dengan permainan scramble paragraf.
b. Membuat media pembelajaran (kartu-kartu kalimat).
c. Menyusun alat evaluasi tindakan berupa:
1) Pedoman wawancara (untuk siswa, guru, dan kolaborator)
2) Lembar observasi kegiatan belajar mengajar
3) Soal evaluasi dan tugas
2. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Pelaksanan tindakan dalam penelitian ini adalah
a. Mengelompokkan siswa dengan tiga sampai empat anggota.
b. Menginstruksikan kelompok-kelompok untuk membaca teks wawancara dan membahas kesulitan yang dihadapi jika harus mengubahnya menjadi narasi.
c. Membagikan kartu-kartu kalimat pada setiap kelompok. Siswa menyusun kartu-kartu kalimat sehingga terbentuk narasi yang sesuai dengan isi teks wawancara.
d. Memimpin siswa untuk mendiskusikan penggunaan kalimat langsung dan tidak langsung dalam teks narasi.
e. Menugaskan siswa untuk menyusun kembali teks narasi dengan bahasa sendiri.
f. Bersama siswa menilai isi, proses, dan hasil menggunakan teknik ini.
g. Memberikan penguatan dan simpulan.

3. Observasi (Observation)
Dengan format pengamatan proses pembelajaran yang telah disiapkan, peneliti dan kolaborator melakukan pengamatan/observasi pelaksanaan tindakan/pembelajaran. Evaluasi hasil pengamatan juga dilaksanakan secara kolaboratif. Caranya dengan mengolah data yang telah diperoleh, memberikan makna, dan menentukan keberhasilan/pencapaian tindakan.

4. Refleksi (Reflecting)
Refleksi merupakan kegiatan lanjut setelah menganalisis hasil observasi dan evaluasi. Refleksi dilakukan bersama oleh peneliti, kolaborator dan siswa untuk menentukan perencanaan dan tindakan berikutnya. Selain hasil observasi dan evaluasi, jurnal guru setelah selesai melaksanakan tindakan/pembelajaran dan hasil kerja siswa baik secara individu maupun kelompok merupakan bahan yang sangat penting dalam melakukan refleksi.

C. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian tindakan kelas ini akan diperoleh dari (1) hasil belajar siswa, (2) suasana kegiatan pembelajaran, (3) refleksi diri dan perubahan-perubahan yang terjadi, dan (4) keterkaitan perencanaan dengan pelaksanaan. Perinciannya sebagai berikut.
1. Data hasil belajar diperoleh dari hasil tes.
2. Data minat belajar siswa diperoleh dari hasil angket minat siswa.
3. Data situasi pembelajaran pada saat pelaksanaan tindakan diperoleh dari hasil pengamatan dengan menggunakan format pengamatan proses pembelajaran yang dilakukan oleh kolaborator.
4. Data untuk refleksi diri dan perubahan yang terjadi di kelas diambil dari jurnal yang dibuat oleh guru dan hasil kerja siswa.
5. Data keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan diperoleh dari rencana pembelajaran dan hasil pengamatan proses pembelajaran.

D. Instrumen Penelitian

Sejalan dengan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian ini meliputi pedoman wawancara, lembar observasi KBM, angket siswa, dan soal-soal evaluasi dan tugas.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan mendeskripsikan data yang ada. Langkah ini ditempuh berdasarkan pendapat Pardjono bahwa hasil penelitian tindakan kelas tidak digeneralisasikan ke kelas atau tempat lain. Karena itu, analisis data cukup dengan mendeskripsikan data yang terkumpul (2007: 57). Lebih lanjut dikatakan bahwa analisis data secara deskriptif bermaksud melukiskan secara selintas atau merangkum hasil pengamatan melalui reduksi-simplifikasi data kualitatif (deskripsi-naratif), menggunakan kode-kode, gambar, diagram, tabel, ukuran-ukuran pemusatan, atau ukuran-ukuran penyebaran.
Teknik ini sejalan dengan analisis model interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992:15-21). Model ini meliputi tiga komponen utama, yaitu (1) reduksi data, (2) sajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi.
1. Reduksi Data
Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan dan berlangsung terus menerus selama penelitian dilaksanakan. Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan dengan memilih data yang sesuai dengan perumusan masalah dari kumpulan data yang ada.
2. Penyajian Data
Penyampaian informasi data yang dimiliki disusun secara baik dan runtut sehingga mudah dilihat, dibaca, dan dipahami tentang sesuatu kejadian dan tindakan atau peristiwa dalam bentuk data kuantitatif dan data kualitatif.
3. Menarik Simpulan
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber peneliti mengambil simpulan yang masih bersifat sementara sambil mencari data pendukung dan penolakan simpulan.

F. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah terjadinya peningkatan kemampuan menulis siswa, khususnya dalam menulis teks narasi berdasarkan teks wawancara. Sekurang-kurangnya 70 % siswa mampu menulis narasi berdasarkan teks wawancara dengan hasil baik.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan melalui dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tindakan, yaitu: 1) mendiskusikan dan menjelaskan konsep yang berkaitan dengan pengertian, identifikasi, langkah-langkah penulisan mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi; 2) melaksanakan tindakan yaitu proses pembelajaran dengan menggunakan kartu kalimat acak; 3) memberikan motivasi dan bantuan kepada kelompok/siswa yang mengalami kesulitan bekerja; dan 4) mengevaluasi hasil PBM untuk menentukan serta mengetahui keberhasilan pelaksanaan tindakan. Setiap siklus mencakup tahapan-tahapan observasi dan perencanaan, tindakan, implementasi tindakan, monitoring penelitian, dan refleksi.

B. Deskripsi Siklus I
1. Tindakan 1
Pada bagian ini guru menayangkan contoh teks hasil wawancara yang disandingkan dengan teks narasi, hasil pengubahan dari teks hasil wawancara. Siswa mengamati perbedaan-perbedaan teknik penulisannya. Selanjutnya siswa mengamati teks yang ditayangkan secara maraton. Pada setiap tayangan, siswa diminta untuk menentukan apakah termasuk jenis teks hasil wawancara ataukah teks narasi. Siswa juga diminta untuk memberikan argumen atas jawaban yang diberikan.
Kegiatan dilanjutkan dengan mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan wawancara, karakteristik teks hasil wawancara, penggunaan kalimat langsung dalam teks hasil wawancara, mengubah kalimat langsng menjadi tidak langsung, karakteristik teks narasi, manfaat mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi, dan langkah-langkah mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi. Diskusi dipandu guru dengan maksud siswa dapat menyerap dan memahami cara mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi dengan baik. Langkah ini ditempuh karena pada pembelajaran sebelumnya dijumpai tingkat keberhasilan mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi masih rendah.

2. Tindakan 2
Guru mengelompokkan siswa dengan anggota 5 – 7 siswa. Setiap kelompok mendapatkan sebuah amplop. Setiap amplop berisi satu lembar teks hasil wawancara, tiga lembar kertas kerja, dan beberapa set kartu kalimat. Satu set kartu kalimat berisi satu paragraf narasi yang merupakan hasil pengubahan teks hasil wawancara. Tugas siswa adalah menyusun kartu agar diperoleh paragraf yang padu, menuliskan hasilnya, serta mendiskusikan hasil pekerjaan tersebut.
Setelah semua siswa dirasakan cukup memahami dan bisa mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi, guru menyajikan lagi teks hasil wawancara. Siswa mengubah teks tersebut menjadi narasi tanpa dibantu oleh kartu-kartu kalimat.
3. Tindakan 3
Guru mengamati jalannya diskusi kelompok, memotivasi para siswa dalam menyusun paragraf, dan memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan. Dalam tindakan ini, guru senantiasa menjaga agar PBM berjalan dengan baik dan suasana kelas selalu kondusif.

4. Tindakan 4
Guru memeriksa hasil pekerjaan siswa berupa teks narasi yang berasal dari teks hasil wawancara. Hal-hal yang dinilai meliputi kebenaran bentuk teks narasi, penggunaan kalimat langsung dan tidak langsung, urutan penyajian, dan kepatuhan pekerjaan siswa pada EYD.
C. Deskripsi Siklus II
1. Tindakan 1
Guru memulai kegiatan dengan bertanya jawab mengenai hal-hal yang dilakukan pada siklus I. Materi tanya jawab meliputi karakteristik teks hasil wawancara, penggunaan kalimat langsung dalam teks hasil wawancara, mengubah kalimat langsung menjadi tidak langsung, karakteristik teks narasi, manfaat mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi, dan langkah-langkah mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi. Pada bagian ini guru mengondisikan agar siswa mengingat pengalaman mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi yang telah dijalani pada siklus I. Hal ini dilakukan karena hasil pekerjaan siswa pada siklus I belum menunjukkan capaian yang diharapkan.
2. Tindakan 2
Hasil pengamatan guru pada siklus I menunjukkan bahwa pengelompokan siswa dengan anggota 5 - 7 siswa berjalan kurang efektif. Kondisi yang diharapkan adalah semua anggota kelompok aktif bekerja dan menyampaikan pendapat. Namun kanyataannya banyak siswa yang hanya sekadar mendengarkan tanpa terlibat secara aktif. Bahkan beberapa siswa tampak asik dengan kesibukan di luar materi diskusi. Oleh sebab itu, pada siklus II guru melakukan kegiatan pembelajaran dengan kelompok kecil, yakni satu kelompok hanya beranggotakan dua orang siswa.
Pada kegiatan ini setiap kelompok mendapatkan sebuah amplop. Pada setiap amplop terdapat satu lembar kerja yang memuat dua macam teks hasil wawancara dilengkapi dengan tempat mengerjakan. Teks I diubah menjadi narasi dengan bantuan kartu kalimat yang sudah diacak, sedangakan teks II diubah menjadi narasi tanpa bantuan kartu kalimat. Kartu kalimat yang dimaksud telah disiapkan dalam amplop. Paragraf I menggunakan kartu warna hijau, paragraf II merah jambu.
Setelah selesai, setiap siswa menerima sebuah teks hasil wawancara dan secara individual bertugas untuk mengubahnya menjadi bentuk narasi.
3. Tindakan 3
Guru mengawasi kegiatan siswa dalam mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi. Kelompok-kelompok/siswa yang mengalami kesulitan dibantu dan dibimbing sehingga pemahaman siswa atas teknik mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi mengalami kemajuan dan peningkatan. Tindakan ini sekaligus juga menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar lebih giat dan tekun. Suasana kelas terus dipertahankan agar selalu kondusif sepanjang kegiatan pembelajaran.
4. Tindakan 4
Guru menghimpun hasil pekerjaan siswa untuk diperiksa dan dinilai. Hasil penilaian pada siklus II dibandingkan dengan hasil yang dicapai siswa pada siklus I. Dengan adanya pembanding, peneliti dapat mengambil simpulan mengenai efektifitas model scrambel/kartu kalimat di dalam meningkatkan kemampuan siswa mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi. Pembanding ini juga dapat mengukur tingkat keberhasilan tindakan yang dilakukan pada siklus II.
D. Pembahasan Tiap Siklus dan Antarsiklus
Setelah menyelesaikan tindakan pada setiap siklus, guru berdiskusi dengan guru mitra untuk merefleksikan tindakan yang telah dilakukan. Refleksi sangat berguna untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan guru dalam melakukan tindakan baik dalam siklus I maupun siklus II. Oleh sebab itu, refleksi selalu dilakukan segera setelah PBM hari tersebut. Hasilnya dijadikan acuan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan-penyempurnaan pada PBM selanjutnya.
Diskusi dengan guru mitra juga mencakup pedoman penilaian untuk hasil pekerjaan siswa. Hal ini dilakukan agar pedoman penilaian benar-benar bisa digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi sampai menjangkau hal-hal detail. Setelah dipertimbangkan bersama dengan matang, disepakati rubrik penilaian sebagai pedoman penilaian berikut ini.
Tabel 4.1
RUBRIK PENILAIAN TES TERTULIS

No Indikator keberhasilan Skor
1 Teks narasi berbentuk paragraf 5 4 3 2
2 Menggunakan kalimat langsung dan tidak langsung dengan benar 5 4 3 2
3 Ditulis dengan menggunakan kalimat efektif 5 4 3 2
4 Ditulis dengan rapi dan memenuhi EYD 5 4 3 2

Perhitungan nilai akhir dalam skala 0 s.d. 100 adalah sebagai berikut:

Perolehan Skor
Nilai akhir = ------------------------ X Skor Ideal (100) = . . .
Skor Maksimum (20)

Tabel di atas menjelaskan model penilaian yang digunakan pada saat guru menilai pekerjaan siswa. Selanjutnya, guru menilai pekerjaan siswa baik pada saat prasiklus, Siklus I, dan siklus II. Berdasarkan absensi, dari 39 siswa VII A SMP 5 Depok yang hadir pada saat prasiklus adalah 36 siswa, pada siklus I hadir 39 siswa, dan pada siklus II jumlah siswa yang hadir adalah 38 siswa. Untuk memudahkan analisis nilai, peneliti menggunakan persentase perolehan nilai sangat baik (SB), baik (B), cukup (C), dan kurang (K) berdasarkan jumlah siswa hadir pada tiap-tiap siklus. Berikut ini adalah tabel jumlah dan persentase siswa yang mencapai kategori nilai sangat baik, baik, cukup, dan kurang pada setiap siklus.
Tabel 4.2
JUMLAH DAN PERSENTASE SISWA YANG MENCAPAI KATEGORI NILAI SANGAT BAIK, BAIK, CUKUP, DAN KURANG PADA SETIAP SIKLUS.


Aspek yang dinilai 1.1 1.2 1.3 1.4
Skor penilaian 5 4 3 2 5 4 3 2 5 4 3 2 5 4 3 2
Prasiklus JS 21 9 2 4 0 4 21 11 3 18 4 11 0 14 5 17
% 58 25 6 11 0 11 58 31 8 50 11 31 0 39 14 37
Siklus I JS 26 13 0 0 0 21 18 0 3 20 16 0 0 16 16 7
% 67 33 0 0 0 54 46 0 8 51 41 0 0 41 41 18
Siklus II JS 28 10 0 0 6 19 13 0 4 21 13 0 1 18 16 3
% 74 26 0 0 16 50 34 0 11 55 34 0 3 47 42 8
Keterangan SB B C K SB B C K SB B C K SB B C K

Keterangan tabel :
1. Aspek yang dinilai :
1. Teks narasi berbentuk paragraf
2. Menggunakan kalimat langsung dan tidak langsung dengan tepat
3. Ditulis dengan menggunakan kalimat efektif.
4. Ditulis dengan rapi dan mematuhi EYD.
2. Keterangan Singkatan
SB : Sangat Baik
B : Baik
C : Cukup
K : Kurang
JS : Jumlah Siswa
Tabel 4.2 menggambarkan kemampuan siswa mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi pada saat prasiklus belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa dan persentase hasil sangat baik dan kategori baik pada tiap-tiap aspek masih rendah. Perolehan tinggi pada saat prasiklus hanya terlihat pada aspek 1.1 (teks narasi berbentuk paragraf) yaitu mencapai 83% atau 30 siswa dari 36 yang hadir mampu menulis narasi dalam bentuk paragraf.
Pada aspek 1.2 (menggunakan kalimat langsung dan tidak langsung dalam teks narasi) hanya 4 siswa (11%) yang meraih hasil baik. Aspek 1.3 (penggunaan kalimat efektif) berhasil dikerjakan dengan baik oleh 21 siswa (58%), sedangkan aspek 1.4 (penulisan rapi dan kepatuhan pada EYD) hanya 14 siswa (39%) yang meraih hasil baik. Persentase rata-rata siswa yang meraih hasil sangat baik dan baik hanya mencapai 47,9%. Persentase di bawah 50% ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas VII A SMP 5 Depok dalam mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi masih jauh dari yang diharapkan.
Melihat hasil prasiklus yang kurang maksimal, guru merancang kegiatan pembelajaran yang mudah dipahami siswa dan bisa dijalani dengan menyenangkan sehingga perolehan nilai menulis siswa khususnya dalam mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi meningkat. Tindakan guru yang diambil adalah mendesain PBM dengan menggunakan alat bantu pembelajaran. Alat bantu yang dipilih adalah penggunaan kartu-kartu kalimat. Kartu-kartu kalimat dalam setiap paragraf diacak, kemudian siswa bekerja kelompok untuk menyusunnya kembali menjadi paragraf padu. Paragraf yang dimaksud adalah paragraf narasi hasil pengubahan dari teks wawancara yang telah disiapkan guru. Setelah siswa mampu menyusun dan membandingkan hasilnya dengan teks wawancara serta dapat menyimpulkan tata cara pengubahannya, secara individual barulah siswa mengubah teks hasil wawancara tanpa bantuan kartu kalimat.
Rancangan guru dengan bantuan alat bantu kartu kalimat lalu diterapkan pada KBM siklus I. Hasil penilaian pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan persentase siswa yang meraih hasil sangat baik dan baik pada setiap aspek, dibandingkan dengan perolehan prasiklus. Pada siklus I dari 39 siswa, semuanya (100%) meraih kategori sangat baik dan baik untuk aspek 1.1. semua siswa telah mengetahui bahwa teks narasi berbentuk paragraf.
Pada aspek penggunaan kalimat langsung dan tidak langsung, sebanyak 21 siswa (54%) bisa meraih hasil baik. Dalam hal penggunaan kalimat efektif (aspek 1.3) sebanyak 23 siswa (59%) telah meraih hasil baik. Adapun aspek kerapian tulisan dan kepatuhannya dengan EYD siswa yang memperoleh kategori sangat baik dan baik adalah 16 siswa (41%). Apabila dirata-rata, persentase siswa yang meraih hasil sangat baik dan hasil baik pada siklus I ini adalah 63,5% atau meningkat 15,5% dari kegiatan prasiklus.
Meskipun telah menunjukkan peningkatan hasil dengan persentase yang cukup tinggi, perlu dilakukan tindakan-tindakan baru agar capaian 63,5% bisa memenuhi ketuntasan belajar, yakni minimal sebanyak 65% siswa memperoleh hasil baik. Dari hasil diskusi dengan kolabor, ditemukan masalah pada KBM siklus I yang dirasakan mengganggu efektivitas belajar siswa yaitu jumlah anggota kelompok yang terlalu besar (5-7 siswa). Dengan kelompok besar, hanya beberapa siswa yang mampu berperan aktif dalam diskusi. Oleh sebab itu, dirancang KBM dengan teknik yang sama, tetapi dengan jumlah anggota kelompok kecil. KBM pada siklus II ini ditetapkan membentuk kelompok dengan anggota dua orang siswa setiap kelompok. Selain itu, keterlibatan guru di dalam membimbing dan mengarahkan siswa dalam diskusi kelompok lebih diintensifkan. Harapannya, hasil belajar pada siklus II dapat mengalami peningkatan.
Setelah dilakukan KBM siklus II, diperoleh hasil sebagai berikut. Untuk aspek 1.1 (bentuk paragraf pada teks narasi) dicapai dengan hasil baik oleh semua siswa (100% dari 38 siswa yang hadir). Untuk penggunaan kalimat langsung dan tidak langsung pada aspek 1.2, hasil baik dicapai oleh 25 siswa (66%). Untuk penggunaan kalimat efektif, aspek 1.3, siswa yang dapat mencapai hasil baik 25 siswa (66%), sedangkan masalah kerapian dan kecermatan menggunakan EYD hanya terdapat 19 orang (51%) yang meraih hasil baik. Apabila dirata-rata, persentase siswa yang meraih hasil baik pada siklus II adalah 70,4% atau mengalami kenaikan 6,9% dari persentase siklus I.
Dari analisis data pada tahap prasiklus, siklus I dan siklus II, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan alat bantu kartu kalimat untuk menyusun paragraf, hasil pembelajaran dapat meningkat pada setiap aspek. Hasil siklus II lebih baik daripada siklus I, hasil siklus I lebih baik daripada hasil prasiklus.
E. Hasil Penelitian
Proses pembelajaran dengan menggunakan alat bantu kartu kalimat untuk mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi telah diterapkan pada siswa Kelas VII A SMP Negeri 5 Depok, Sleman, Yogyakarta melalui dua siklus. Hasil pembelajaran dengan media ini baik, meskipun peningkatan yang terjadi pada tiap-tiap aspek belum begitu signifikan. Selengkapnya hasil penelitian dipaparkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.3
KETERAMPILAN MENGUBAH TEKS HASIL WAWANCARA MENJADI NARASI SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 5 DEPOK, SLEMAN, YOGYAKARTA YANG MERAIH HASIL BAIK (DALAM PERSEN)

No. Kegiatan Aspek Rata-rata
1 2 3 4
1. Prasiklus 83 11 58 39 47,9
2. Siklus I 100 54 59 41 63,5
3. Siklus II 100 66 66 50 70,4

Keterangan :
Aspek yang dinilai :
1. Teks narasi berbentuk paragraf
2. Menggunakan kalimat langsung dan tidak langsung dengan tepat
3. Ditulis dengan menggunakan kalimat efektif.
4. Ditulis dengan rapi dan mematuhi EYD.

Tabel 4.3. mendeskripsikan persentase kemampuan siswa SMP Negeri 5 Depok mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi dalam persen yang mencapai hasil baik pada saat prasiklus, siklus I, dan siklus II. Dari penilaian prasiklus, yakni penilaian yang dilakukan sebelum guru menggunakan alat bantu kartu kalimat, diketahui bahwa siswa yang memperoleh hasil baik untuk aspek teks narasi berbentuk paragraf 83%, penggunaan kalimat langsng dan tidak langsung 11%, penggunaan kalimat efektif 58%, kerapian dan ketepatannya dengan EYD 39%. Persentase terendah adalah dalam hal penggunaan kalimat langsung dan tidak langsung, yakni hanya 11%. Aspek ini mendapatkan perhatian khusus dengan memberikan penjelasan terperinci mengenai kalimat langsung dan tidak langsung.
Setelah guru melaksanakan tindakan pada siklus I, yaitu proses pembelajaran dengan menggunakan alat bantu kartu kalimat, hasil baik dicapai siswa dengan perincian berikut: untuk aspek teks narasi berbentuk paragraf 100%, penggunaan kalimat langsung dan tidak langsung 54%, penggunaan kalimat efektif 59%, kerapian dan ketepatannya dengan EYD 41%. Tindakan pada siklus I menunjukkan peningkatan persentase siswa yang mencapai hasil baik pada setiap aspek yang dinilai. Hasil ini menunjukkan bahwa permainan kartu kalimat bisa meningkatkan kemampuan siswa dalam mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi, meskipun secara keseluruhan baru 63,5% yang meraih hasil baik.
Untuk meningkatkan jumlah dan persentase siswa yang mampu meraih hasil baik, guru mengadakan diskusi dan refleksi dengan kolabor. Akhirnya diputuskan untuk mengulangi tindakan pada siklus II dengan meminimalkan kekurangan-kekurangan tindakan guru pada siklus I, yaitu menggunakan model diskusi/kerja kelompok kecil. Hal itu dilakukan guru dengan maksud agar jumlah siswa yang terampil menulis atau siswa yang masuk kelompok baik meningkat jumlahnya.
Hasil penilaian pada siklus II dapat diterangkan sebagai berikut. Untuk kemampuan menulis teks narasi dalam bentuk paragraf dicapai dengan hasil baik oleh semua siswa (100%), untuk penggunaan kalimat langsung dan tidak langsung ada 66% siswa yang meraih hasil baik, untuk penggunaan kalimat efektif ada 66% siswa memperoleh hasil baik, sedangkan untuk aspek kerapian dan ketepatannya dengan EYD hasil baik dicapai oleh 50% siswa.
Dari paparan di atas, peningkatan-peningkatan jumlah dan persentase siswa yang mencpai hasil baik dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS HASIL WAWANCARA MENJADI NARASI SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 5 DEPOK, SLEMAN, YOGYAKARTA YANG MERAIH HASIL BAIK
(DALAM PERSEN)


No. Kegiatan Aspek Rata-rata
1 2 3 4
1. Prasiklus ke Siklus I 17 43 1 2 16
2. Siklus I ke Siklus II 0 12 7 9 7
3. Prasiklus ke Siklus II 17 55 7 11 22

Keterangan :
Aspek yang dinilai :
1. Teks narasi berbentuk paragraf
2. Menggunakan kalimat langsung dan tidak langsung dengan tepat
3. Ditulis dengan menggunakan kalimat efektif.
4. Ditulis dengan rapi dan mematuhi EYD.

Tabel 4.4 menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi. Sebanyak 47,9% siswa mencapai hasil baik pada prasiklus meningkat menjadi 70,4% siklus II sehingga diketahui peningkatannya sebesar 22%. Hasil ini membawa peneliti pada sebuah kesimpulan bahwa pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan scramble paragraf atau permainan kartu kalimat yang disusun menjadi paragraf dapat meningkatkan kemampuan menulis pada siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Depok, Kabupaten Sleman Tahun Pelajaran 2008/2009.












BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan tentang upaya peningkatan kemampuan mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Depok, Sleman, Yogyakarta, tahun pelajaran 2008/2009 dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran dengan menggunakan scramble paragraf dapat meningkatkan kemampuan menulis. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian pada saat prasiklus hanya 47,9% siswa mencapai hasil baik, meningkat jumlahnya menjadi 63,3% pada siklus I, dan pada siklus II kembali meningkat menjadi 70,4%.
Selain meningkatkan kemampuan siswa, scrambel paragraf mampu menggairahkan siswa dalam belajar. Siswa lebih mudah menguasai materi pelajaran karena terdapat kombinasi antara permainan dan kegiatan belajar yang menyenangkan siswa. Dengan belajar aktif dan suasana menyenangkan, motivasi akan tumbuh dan hasil belajar meningkat.

B. Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah
1. Hendaknya guru secara aktif mengamati kekurangan dalam proses pembelajaran yang dilakukan dan melakukan PTK untuk mengatasinya.
2. Media pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa tidak selamanya harus bebasis ICT. Media sederhana seperti permainan scrambel pun dapat dimanfaatkan.
3. Guru Bahasa Indonesia perlu bersikap aktif, kreatif, dan inovatif dalam melaksanakan pembelajaran di kelas-kelas.































DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.

Depdiknas. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa dan Sastra Indonesia: Pengembangan Kemampuan Membaca Cepat. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Harjanto, 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Milles, Mathew B. Dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (terjemahan oleh Tjetjep Rohendi R). Jakarta: Universitas Indonesia.

Pardjono, dkk. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta.

Nurgiantoro, Burhan. 1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Soeparno, 1988. Media Pengajaran Bahasa. Klaten: PT Intan Pariwara.

Supriyadi, dkk. 1997. Buku 2 Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka

Tarigan, Henri Guntur. 2008. Membaca: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar